Wednesday, August 24, 2011

URGENSI BOIKOT PRODUK ZIONIS BAGI KITA !!!

produk-zionis

Pertumbuhan ekonomi merupakan satu hal yang paling vital bagi suatu negara. Jika pertumbuhan ekonominya baik, maka negara tersebut akan punya cukup modal untuk membangun dan mensejahterakan rakyatnya. Dan sebaliknya, bila pertumbuhan ekonominya buruk, maka negara tersebut akan tidak bisa bertahan menghidupi dirinya sendiri, apalagi untuk membangun.

Namun tahukah Anda jika Israel merupakan “negara” yang sangat berbeda, karena Israel tidak pernah perduli dengan pertumbuhan ekonominya dan semata-mata hanya perduli dengan pertumbuhan kekuatan angkatan bersenjatanya. Hal ini merupakan keniscayaan berdasarkan data dan fakta yang ada.

Lantas darimana Israel mampu membangun angkatan bersenjatanya yang dikenal sebagai salah satu yang termodern di dunia, mampu membuat dinding beton pemisah yang tinggi dan mahal sepanjang puluhan kilometer, mampu membangun pemukiman-pemukiman ilegal di tanah Palestina, mampu membuat buldoser-buldoser khusus untuk mengusir rakyat Palestina dari tanahnya sendiri, dan sebagainya. Padahal, untuk bisa melakukan semua itu diperlukan dana yang tidak sedikit. Tentu Israel memiliki sumber-sumber pemasukan yang sangat hebat sehingga mampu melakukan itu semua.

Bangsa Yang Termiliterisasi
Bangsa Zionis-Yahudi sudah lebih dari setengah abad menjajah tanah Palestina dan membangun negara-ilegal di atasnya. Wilayah Palestina yang diduduki Israel dikepung oleh negara bangsa Arab yang secara ideologis memusuhi Yahudi. Sebab itu, Israel menerapkan sistem wajib militer bagi seluruh warganya.

Sistem pendidikan Israel merupakan sistem pendidikan yang sangat kental dengan ideologi Zionismenya. Sejak kecil anak-anak Yahudi-Israel telah ditanamkan pola pikir anti Arab dan anti Islam, serta memandang semua manusia berada di bawah derajat ras Yahudi. Dengan kata lain, sedari dini anak-anak Zionis Yahudi telah diindoktrinasi secara resmi agar menganut paham rasialis paling jahat di muka bumi yang bernama Zionisme.

Setelah remaja, sekolah-sekolah lanjutan Israel yang memiliki keterkaitan dengan Departemen Pertahanan Israel, mulai mendidik siswa-siswinya agar bisa menjadi tentara Israel. Kurikulumnya pun disesuaikan dengan tujuan ini. Bahkan liburan sekolah pun lazim dipergunakan sebagai ‘praktek lapangan’ siswa-siswi sekolah lanjutan Israel untuk bertugas sebagai bagian dari tentara Israeli Defense Force (IDF) sungguhan dan ditugaskan untuk mengamankan wilayah-wilayah jajahan Israel dari warga Palestina. Istilah “mengamankan” tentu di sini terlalu lembut, sebab sudah bukan rahasia umum lagi jika para tentara pelajar Israel tersebut dibolehkan menyerang dan menembaki warga Palestina sesukanya.

Sejak seorang pemuda dan pemudi Israel menjalani latihan kemiliteran, maka ia telah memiliki nomor induknya sendiri di dalam struktur ketentaraan Israel. Walau ia sudah lulus sekolah dan bekerja di bidang “sipil”, namun seorang Israel harus siap jika sewaktu-waktu “negara” memerlukannya untuk diterjunkan dalam suatu misi atau berperang. Sebab itu, di Israel tidak ada dikotomi sipil-militer, karena warga Israel seluruhnya adalah kombatan yang telah terdidik sejak usia balita.

Jaringan Bisnis Zionis
Zionis-Israel sanggup melakukan segala hal, walau tidak memperdulikan pertumbuhan sektor ekonomi dalam negeri, disebabkan bangsa ini memiliki jaringan sumber finansial dari seluruh dunia, terutama dari jaringan banyak Multi National Corporation (MNC) alias perusahaan-perusahaan multinasional yang berpusat di Amerika serikat dan Eropa.

Zionis-Israel mencatat bahwa setiap orang Yahudi di seluruh dunia ini secara otomatis menjadi warganegara Israel. Jika ia seorang Yahudi Amerika, maka dia juga tercatat sebagai Yahudi Israel, jika dia seorang Yahudi Singapura maka dia juga tercatat sebagai Yahudi Israel. Sebab itu, rata-rata pengusaha Yahudi di dunia ini adalah juga pengusaha Israel, yang merasa wajib menyalurkan sebagian keuntungan usahnya kepada “Tanah Air” dimana berdiri “Negara Zionis” bernama Israel.

Zionis-Israel bisa tetap eksis, bisa tetap membangun negerinya, membiayai segala program-programnya yang antara lain program utama adalah pengusiran orang-orang Palestina dari tanah airnya sendiri, berkat aliran keuangan dari perusahaan-perusahaan dunia yang dimiliki para pengusaha Yahudi Dunia.

Fakta tak terbantahkan inilah yang menyebabkan setiap Muslim dan setiap manusia yang perduli dengan nilai-nilai kemanusiaan wajib memboikot, tidak membelanjakan uangnya, dan tidak memberikan keuntungan dalam bentuk apa pun terhadap produk-produk pendukung eksistensi Zionis-Israel. Ulama internasional Dr. Yusuf Qaradhawy pada bulan November 2000 telah mengeluarkan fatwa haramnya membelanjakan uang yang dimiliki kaum Muslimin untuk membeli produk-produk pro Zionis:

“Tiap-tiap riyal, dirham, dan sebagainya, yang digunakan untuk membeli produk dan barang Israel atau Amerika, dengan cepat akan menjelma menjadi peluru-peluru yang merobek dan membunuhi pemuda dan bocah-bocah Palestina. Sebab itu, diharamkan bagi umat Islam membeli barang-barang atau produk musuh-musuh Islam tersebut. Membeli barang atau produk mereka, berarti ikut serta mendukung kekejaman tirani, penjajahan, dan pembunuhan yang dilakukan mereka terhadap umat Islam di belahan dunia lainnya…”

Bahkan Qaradhawy secara tegas menyatakan siapa pun yang membeli produk-produk yang terbukti menyalurkan sebagian keuntungan perusahaannya kepada Zionis, dan tidak mengindahkan gerakan boikot yang berawal dari Qatar ini, adalah sama dengan sekutu Zionis-Israel dan sekaligus ikut aktif membunuhi rakyat Palestina yang tak berdosa.

Apa saja produk-produk pro-Zionis? Situs www.inminds.co.uk dengan sangat detil memuat daftar produk yang haram dibelanjakan kaum Muslimin seluruh dunia. Bukan itu saja, berikut fakta-fakta tak terbantahkan kaitan produk tersebut dengan kebiadaban Zionis-Israel atas warga Palestina.

Dampak Fatwa Boikot
Kampanye aksi boikot produk Israel dan Sekutunya yang dilakukan negara-negara Arab dan sebagian masyarakat di Afrika, Eropa, Amerika, dan Asia, dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, kurang dari dua tahun, berhasil memukul perekomian negeri Zionis-Israel.

Kisah Moshe Bason dengan resto Eucalyptusnya bisa dijadikan gambaran umum. Daniella Peled, wartawati Totally Jewish menulis, tahun 2002, Moshe Bason sedang melihat keruntuhan mimpi-mimpi indahnya. Limabelas tahun sudah ia mendedikasikan hidupnya untuk membesarkan usaha restorannya yang bernama Eucalyptus di Yerusalem sehingga menjadi sebuah kedai makan yang paling tersohor di Israel. Namun ketika Dunia Islam menyerukan aksi boikot, mau tidak mau usaha restorannya ini menerima dampaknya. Dua tahun ini, tingkat penjualannya merosot tajam sampai 90 persen. “Musim panas ini kami hanya didatangi paling banyak 12 orang per hari, padahal sebelum intifadha dan kampanye boikot diserukan, restoran kami biasa dikunjungi minimal 120 orang perharinya,” keluh Bason yang mengaku rugi besar.

“Padahal, untuk bisa menutupi pengeluaran hariannya, restoran ini minimal harus dikunjungi 40 orang tiap harinya. Kami memperkerjakan sekitar 30 orang, dari waiters, chef, tukang pembersih, dan sebagainya. Kami juga harus membayar cicilan utang kami pada bank, lalu ongkos sewa gedung, dan lainnya. Namun beginilah, sekarang ini orang-orang takut untuk berkunjung ke Yerusalem. Jika ini terjadi terus, dengan sendirinya usaha kami akan mati,” tambah Bason, padahal letak restorannya sangat strategis, hanya berjarak lima menit jalan kaki ke pusat kota tua Yerusalem.

Pada 3 Juli 2002, mantan Perdana Menteri Israel Ehud Barak sendiri mengakui bahwa perekonomian Israel tengah berada dalam titik kritis. PM Israel Ariel Sharon mengamini pandangan Barak dengan menyatakan, “Saat ini kami tengah berada dalam situasi sulit.” Dalam kesempatan lain, Menteri Keuangan Israel Silvan Shalom juga mengeluhkan bahwa investor luar negeri telah kehilangan kepercayaan untuk menanamkan investasinya di wilayah Zionis-Israel. Grafik perekonomian Israel menunjukkan penurunan yang amat berarti.

Pekan pertama Juli 2002, data statistik resmi Israel menunjukkan jumlah turis yang datang mengunjungi negeri Zionis itu dalam satu musim di tahun 2002 hanya berjumlah 33.000. Bandingkan dengan periode yang sama di tahun 2001 di mana 116.000 turis mengunjungi negeri Zionis itu, dan pada periode 2000 mencatat 500.000 turis. Ini berarti hanya dalam waktu dua tahun, jumlah turis yang mengunjungi Israel mengalami penurunan lebih dari 90 persen!. Sebab itu, agen-agen perjalanan Zionis di seluruh dunia saat itu mengkampanyekan slogan “Solidarity Tour” agar orang-orang dari seluruh dunia tidak takut mengunjungi Yerusalem akibat dari aksi boikot di atas.

Dalam waktu yang sama, tingkat hunian hotel-hotel di Israel juga turun drastis hingga 47 persen. Haim Shapiro yang menulis untuk Harian Jerusalem Post menyatakan hal itu dengan mengutip laporan Asosiasi Perhotelan Israel. Bahkan bila dibandingkan dengan musim kunjungan di tahun 2000, sebelum meletus intifadhah dan seruan boikot, tingkat hunian hotel di Israel mengalami penurunan hingga 80 persen.

Dari daftar laporan itu diketahui, tingkat hunian hotel di Eilat hanya 10 persen, di Laut Mati hanya 4 persen, Herzliya 5 persen, dan Haifa 4 persen. Ini adalah angka terburuk dalam sejarah Israel. Dengan sendirinya, perusahaan maspakai penerbangan Israel, El Al, juga mengurangi jumlah penerbangan ke Eropa dan Amerika hingga 10-30 persen. Ini dinyatakan oleh pejabat CEO El Al Yitzchak Amitai.

Dalam bidang industri militer, Israel juga mengalami pukulan yang hebat akibat intifadhah dan boikot. Kontraktor bidang pertahanan Israel, Israel Military Industries (IMI), mengumumkan akan merumahkan sekitar 800 hingga 1.000 pekerjanya, menutup sekurangnya lima unit pabrik senjatanya, menggabungkan (merger) unit-unit usaha yang dianggap bisa dilakukan sebagai langkah efisiensi, dan memikirkan kemungkinan upaya privatisasi. Itu dinyatakan oleh pimpinan IMI Arieh Mizrahi dalam rapat resmi dengan Federasi Pekerja Histadrust yang dipimpin oleh MK Amir Peretz.

Dalam laporannya, IMI mengalami defisit keuangan yang dianggap berbahaya, sekitar 30-40 juta dollar AS di tahun 2002, padahal IMI merupakan salah satu industri strategis Israel yang paling bergengsi dan besar.

Kampanye boikot dan gerakan intifadhah yang berlangsung di Dunia Islam juga menyebabkan Israel harus kehilangan investasinya dalam jumlah yang sangat besar. Wartawan Ha’aretz, Oded Hermoni, menulis sebuah laporan yang menyebutkan bahwa Venture Capital Funds (VCs) yang menanamkan investasi di Israel antara tahun 1999 hingga 2001 telah kehilangan hingga 5 miliar dollar AS dari keseluruhan investasi sebesar 6,5 miliar dollar AS.

Yoram Tietz dari Ernst & Young Israel (Kost, Forer & Gabbay) menyatakan, “Yang bisa diterangkan adalah, 2 miliar dollar AS hilang disebabkan ditutupnya sejumlah perusahaan, sedang yang 3 miliar dollar AS hilang disebabkan terdepresi oleh situasi perekonomian dan politik di Israel yang terus-menerus menunjukkan grafik yang kurang menguntungkan.”

Dalam kuartal kedua tahun 2002, laba yang diperoleh perusahaan-perusahaan hi-tech di Israel dari sisi investasi dan kerjasama proyek mengalami penurunan tajam hingga 43 persen atau 291 juta dollar AS dibanding pendapatan dalam kuartal yang sama di tahun 2001. Temuan ini dilaporkan oleh Israel Venture Capital (IVC). Data ini diperoleh setelah IVC melakukan survey terhadap 99 perusahaan penanaman modal dan 68 kelompok perusahaan yang terkemuka di Israel.

Kolapsnya Zionis-Israel menghapus mitos selama ini bahwa negeri Zionis itu tidak terkalahkan oleh apa pun. Aksi intifadhah yang digelorakan Mujahidin Palestina dan disertai kampanye aksi boikot yang secara massif diikuti mayoritas umat Islam di Timur Tengah, dan sebagian lagi di Asia, Afrika, Eropa, serta Amerika, mampu meremukkan perekonomian negeri Zionis tersebut.

Pertanyaannya adalah, “Jika benar-benar kolaps, mengapa hingga kini Israel bisa tetap eksis dan bahkan menjadi semakin kuat?” Saat itu Zionis-Israel kolaps adalah suatu fakta tak terbantahkan. Namun negeri Zionis itu tidak jadi “mati” karena ditolong oleh Amerika Serikat yang mengguyur negeri Zionis itu dengan hibah—bukan utang—dollar dalam jumlah besar dan juga sumbangan dana segar dari seluruh jaringan korporasi Zionisme internasional.

Stand With Israel, Amerika Dewa Penolong Zionis
Sejak berdirinya negeri Zionis-Israel di atas tanah jajahan milik bangsa Palestina, Amerika dan Barat secara teratur telah menyumbangkan dana dalam jumlah yang tidak sedikit tiap tahunnya. Ketika negeri Zionis ini terhuyung-huyung akibat aksi boikot dan intifadhah yang dipelopori negara-negara Arab dan diikuti banyak negara, para pendukung setia Zionis ini serta-merta dengan cepat menyalurkan bantuannya dalam jumlah yang amat besar.

Perekonomian Zionis-Israel yang terus memburuk dari tahun 2000 hingga 2001 membuat Washington merasa perlu untuk menyuntik dana lebih besar lagi. Presiden George Walker Bush sendiri telah menyetujui program bantuan AS kepada Israel tahun 2002 sebesar 2,04 miliar dollar AS dalam bidang militer dan persenjataan, serta 730 juta dollar AS dalam bidang keuangan. Jumlah bantuan AS ini nyaris mendekati 20 persen dari total bantuan luar negeri AS ke seluruh dunia. Tapi jumlah ini pun dirasa tidak cukup. Kongres AS mengusulkan Gedung Putih agar menaikkan jumlah bantuan kepada Israel dan ini akhirnya disetujui.

Ini baru bantuan yang bersifat resmi dari pemerintah ke “pemerintah”. Belum lagi donasi-donasi lain dari berbagai sumber pendanaan swasta di Amerika yang mengalirkannya ke Israel.

Kolapsnya perekonomian Israel cukup mengejutkan tokoh dan pejabat Zionis-Yahudi di Washington. Sungguh hebat daya hantam aksi boikot yang dilakukan oleh negara-negara Arab dan lainnya tersebut. Berbagai tokoh zinois di Amerika dan juga negara-negara lain dengan cepat menggalang aksi solidaritas bagi Israel. Di Amerika, Paul Wolfowitz, pejabat Gedung Putih yang juga seorang Yahudi garis keras, menggalang acara solidaritas Israel yang diberi nama “Stand With Israel” guna menolong Zionis-Israel.

Boikot Zionis, Quo Vadis?
Fatwa diharamkannya uang umat Islam dibelanjakan produk-produk pro Zionis dikeluarkan Dr. Yusuf Qaradhawy pada November 2000. Zionis Israel sempat kolaps, namun berkat pertolongan AS, Israel bisa tetap eksis. Sayang seribu sayang, gerakan jihad ini ternyata tidak berusia panjang. Gerakan ini hanya bagaikan gerakan kagetan, bukan gerakan yang terus dilakukan hingga Palestina dan Al-Aqsha terbebaskan.

Bahkan ada sebagian umat Islam yang meyakini jika gerakan boikot produk Israel ini tidak dapat dibenarkan karena dianggap bid’ah. Mereka juga menuding Yusuf Qaradhawy sebagai salah seorang teroris. Naudzubillahi min dzalik. Semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada sebagian umat Islam ini, yang sibuk menghantam saudara-saudara seimannya namun terus saja membantu dan menyokong kekuatan Zionis-Israel.

Sekarang, Zionis-Israel bertambah kuat. Umat Islam bertambah lemah. Baik dalam bidang ekonomi, politik, dan sebagainya. Semoga, momentum Ramadhan ini mampu memberikan kekuatan kepada kita semua agar mulai detik ini membiasakan diri untuk TIDAK MEMBELANJAKAN uang kita membeli produk-produk pendukung Zionisme. Mulai dari diri kita sendiri, keluarga kita, dan baru sosialisasikan ke masyarakat luas.
Wallahu’alam Bishawab.

Laknat Zionis!!


No comments:

Post a Comment